“Awalnya saya melihat dua semut yang saling bertabrakan, kemudian saya memisahkanya dari barisanya, dan lalu saya masukan ke dalam botol sisa sirup. Setelah saya menutup botolnya, sesaat kemudian saya memukul-mukulkan botol ke lantai”
Kejadian ini saya lakukan pada saat saya kehilangan aktivitas karena pertanyaan2 saya pada seorang yang mempengaruhi perasaan saya. Ketika seseorang yang saya titipi hati ternyata telah menitipkan hatinya pada seorang lain dengan sangat dalam, kemudian merasa sangat bahagia dengan bahagianya sendiri. Ketika rindu yang saya rasakan padanya, tidak mempengaruhi emosinya sama sekali. Ketika saya merasa terlalu jauh ambil bagian dalam sesuatu, sama ketika semut itu serius mengikuti barisanya, kemudian mereka dikeluarkan dari arenanya menuju arena baru, menikmati sirup dan larut di dalamnya(awalnya pasti mereka berpikir kalau mereka sangat beruntung), dan bahkan ketika botol mengalami guncangan mereka tetap saja meraih kembali sisa2 sirup itu. Berkali-kali saya seharusnya sudah menyadari bahwa saya dan dia sedang dalam sebuah arena permainan, sebuah arena yang sama, dengan peran yang beda, perasaan yang berbeda. Entah siapa yang curang, atau siapa yang bermain dengan sungguh-sungguh atau mana yang hanya sekedar berbasa basi dalam memainkan peranya.
Permainan ini yang banyak orang sebut dengan cinta. Cinta memiliki esensinya sendiri, dan bermain memiliki esensinya sendiri. Pada saat cinta dimainkan dengan sempurna maka maknanya akan dipahami. Pemahaman makna-makna bisa jadi seperti baru setiap kali kita memainkanya dalam peran yang berbeda. Bisa saya sebut disini misalnya, Aku dan Km, atau Saya dan Anda sedang bermain sekarang. Bisakah saya sebut km mempermainkan saya(jika sampai saya merasa dipermainkan)? Tentu tidak. Kita sama-sama bermain, entah bermain dalam kepura-puraan, entah bermain dalam target tertentu atau apalah. Coba km ingat, pernahkah ada perasaan cinta/sayang datang padamu tentang saya? Saya yakin pernah. Salahkah saya berkesimpulan demikian? Tentu tidak, karena persoalan tanda, persoalan signal. Apa gunanya signal jika tidak untuk ditafsirkan. Jika kemudian kamu membuat jawaban yang multitafsir, jadi signal yang berpura2 tentunya yang diberikan. Jika kemudian kamu mengatakan bahwa sayang itulah yang kamu rasakan saat itu, salahkah jika saya menyebutmu ‘moody’? Mood didefinisikan sebagai sesuatu yang especially labile, shifting suddenly dan sejenisnya. Atau jika memang semuanya hanya kepura-puraan justru kamu yang sebenarnya sedang kehilangan esensi tapi merasa menang.
Cinta dalam sudut pandang bermain, sama dengan permainan lain. Kesemuanya memiliki aturan dan sifatnya tidak terprediksi, atau kadang bisa diprediksi. Cinta dalam sudut pandang bermain memiliki konstruksi emosional yang materialnya adalah rasa dan medianya adalah care, waktu, tenaga dan segala yang bisa diusahakan menjadi bentuk fisik. Bermain, termasuk dalam permainan cinta tidak selalu harus senang, tapi harus serius dan asik. Serius dalam perasaan bahagia, asik dengan perasaan sedih, jealous, bahkan dibohongi atau mungkin kehilangan. Kita tidak bisa membedakan batasan permainan dan sungguhan kapan fasenya akan berubah. Ketika permainan itu hanya dianggap sebagai permainan, sebuah hiburan, pengisi waktu luang, maka sebenarnya sedang ada proses kebutuhan melengkapi sesuatu, melengkapi hidup tentunya. Jika pelengkap itu hilang, pelan-pelan atau mendadak, maka rasa kehilangan akan muncul meskipun hanya sekian persen.
Saya tidak sedang menghujat siapapun, saya hanya ingin menyadarkan diri tentang cinta dari sudut pandang bermain terlepas dari saya merasa dipermainkan atau tidak. Saya hanya asik bermain, itu yang saya rasakan sepenuhnya, dan saya konsekuen bermain hingga permainannya selesai, saya tidak peduli guncangan, ketidakstabilan berkali-kali saya rasakan, tp sudah saatnya saya ambil peduli sekarang. Akhirnya kembali ke kehidupan nyata, saya sadar bahwa tadinya saya sedang bermain. Kesadaran, kembali ke dunia nyata ketika juri sudah selesai menilai, atau ada kecurangan dari salah satu pihak, atau lainya. Bermain tidak bisa dipaksakan, tidak bisa pula saya memaksa permainan rasa menjadi sebuah kompetisi fisik. Ketika saya merasa sedang berkompetisi maka saya cukupkan, mengingat saya bisa mungkin menjadi pemaksa dan itu akan membuatmu jauh dari yang namanya ‘cinta’, judul dari permainan kita.
Terimakasih untuk cinta dan yang telah menjadi partner atau rival saya dalam permainan ini, memberi saya pemahaman yang banyak tentang cinta. Memberi tahu banyak tentang cara membuat signal, cara mentafsir, cara bermain, menyiasati permainan dan mengakhiri permainan tanpa mengatakan bahwa ini telah berakhir. Dari sini saya berkesimpulan bahwa cinta akan datang ketika kebutuhan tentang cinta itu ada, mungkin bisa dengan siapa saja yang datang. Dengan cinta yang datang, kita bisa memperbaiki sesuatu secara terus menerus bahkan sampai cinta itu sendiri selesai. Bisa sangat banyak perubahan positive ketika kita bermain dengan sungguh-sungguh. Fase ini adalah fase paling eksentrik dalam hidup saya, ketika saya baru menyadari bahwa cinta adalah permainan, disinilah saya mengerti makna-makna baru. Saya undur diri dari permainan ini.
ide:
Kamu, perasaanku
‘Homo Ludens’ Johan Huizinga
‘Finite and Infinite Games’ James P Carse,

Tidak ada komentar:
Posting Komentar