"Kebebasan dan Aturan"
Setelah Bercinta dengan Alam di Pagi Hari
Membuka kembali video perjalanan. Waktu it saya mengarahkan mata kamera ke arah langit tp tidak terlalu tinggi. Kabel listrik dan burung-burung yang sedang berloncatan diatasnya. Warnanya hitam putih, kamera saya mampu melihat detail lekuk-lekuk tubuhnya, aktivitasnya, pergerakan mulutnya yang sedang berkicau bahkan ekspresi matanya. Saya tidak tahu apa makna ekspresinya, karena saya tidak pernah mengenal arti ekspresi mereka. Pernahkah mereka bresedih? adakah waktu untuk mereka bersedih? Apakah mereka pernah berhenti berkicau untuk menyemarakkan alam karena kesedihan mereka?. Beberapa kali saya bertanya pada matahari. Apakah dia pernah kecewa? apakah dia pernah marah? apakah dia pernah tidak terima dengan Tuhan yang sudah menjadikanya matahari? matahari tidak sempat bersedih, matahari tidak punya waktu untuk bersedih, tidak pernah berpikirkah dia tentang keinginanya sendiri? matahari yang egois,tidakkah akan membuat kita sulit?
Matahari tahu bagaimana membuat burung-burung itu tetap berkicau, burung-burung tahu bagaimana mengisi kekosongan dunia di waktu subuh. Burung-burung tahu bagaimana cara menurunkan tingkat stres manusia. Matahari menjadi tampak hebat karena fungsinya yang terus menerus bagi manusia. Apakah saya harus seperti mereka? mengikuti yang telah ada.
Manusia..., masih punya ruang untuk mendebat segalanya, banyak manusia yang mengingkari peran-perannya. Lalu bagaimana tentang fenomena diatas? bahwa kita selalu untuk yang lain, Bahwa kita adalah sesuatu yang berguna bagi yg lain, dengan mengabaikan keinginan serta ego-ego. Disitulah kita akan tampak hebat, dan penampakan hebat it adalah nilai mutlak dunia tentang kita. itukah esensinya? bisa jadi.
Rahasia umum, bahwa banyak tokoh budaya mengatakan manusia adalah jagoan mengimitasi alam dengan kegeniusan lokalnya, jadilah kreativitas. Musik yang merupakan imitasi suara-suara burung, ombak, ranting yang bergesekan, tetes2 air hujan yang menyerupai penanda detik. Tari adalah imitasi gerakan mahluk mahluk lain, imitasi lenturnya pepohonan bertahan atas angin, imitasi indahnya burung memamerkan kepakanya. Teater adalah dunia kecil yang dipentaskan. Manusia adalah bagian terbebas dari alam, meskipun kita adalah bagian dari alam. Kita tidak harus menjadi bahan untuk diimitasi mahluk lain, kita tidak bertanggung jawab atas bagaimana mahluk lain bersikap, seperti yang (mungkin) Tuhan wajibkan untuk mahluk-mahluk lain. Manusia memang tidak akan diimitasi, namun manusia akan "direspon". Respon yang nantinya akan membuat kita menjadi bertanggung jawab atas semua kebebasan. Respon alamiah yang akan datang saat kita melakukan sesuatu, berulang-ulang, dan kita akan memahaminya sebagai aturan.
Bergerak bebas sebagai manusia,memang sudah semestinya. Kebebasan adalah media untuk kita mengerti tentang aturan. Bergerak bebas dalam aturan memang semestinya. Sayang pergerakan bebas dlm aturan terkadang hanya (kembali sebagai manusia yang ahli mengimitasi namun tanpa menggunakan kegeniusan lokalnya) imitasi dari manusia-manusia sebelumnya. Begitu banyak manusia-manusia di sisi dunia yang lain telah melakukan pergerakan, kebebasan luar biasa, sehingga muncul respon berupa aturan-aturan alam yang baru. Manusia di sisi dunia yang ini bagaimana? Jika kita hanya berhenti bergerak karena 1, 2 kesedihan, maka manusia-manusia lain bergerak lebih cepat sehingga kita merasa semua bergerak lebih cepat dan kita digilas zaman. Selamat bergerak bebas dan cepat, agar mengerti aturan-aturan dunia yang baru yang sekarang ada.
Ide:
Kicau burung, matahari, konsep Interaksi dan
Ring of Liberation, J Lowel Lewis 1992
"a more common alternative to the quotidian is the world of games, in which the playful freedom comes precisely from a secure knowledge of the rules in force", P:6

Tidak ada komentar:
Posting Komentar