Hidup menjadi benar-benar tidak ada ketika kita tidak mampu mendirikan nisan, siapa yang tahu kita pernah hidup? hidup adalah merancang sesuatu, membuat sesuatu, melakukan yang terbaik yang selalu akan jadi lebih baik entah di tangan kita atau tidak. Benar-benar pernah hidup jika kita punya bukti yaitu sesuatu yang senantiasa hidup setelah kita mati. Dari sinilah mungkin kita merasa wajib untuk memiliki keturunan, karena mereka adalah hidup baru dg masa depan. mereka meneruskan kebiasaan kita, ajaran kita, tradisi kita, bahasa kita dan bahkan seluruh tata cara dan sikap kita diadopsi mereka, atau minimal mempengaruhi karakter mereka. Keturunan, anak cucu, bagi saya adalah salah satu dari upaya pembuktian bahwa kita pernah ada, selain sebagai slh satu cara berterimakasih pada orang tua kita. Memberi tanda bahwa kita pernah hidup bisa apa saja, melalui karya, melalui perbuatan baik, ilmu -ilmu yang diturunkan. Kita yang pilih akan kita tandai dengan sesuatu yang baik atau yang buruk. begitulah nisan...penanda hidup. Selagi kita hidup, bagi saya, nisan harus sedikit demi sedikit dirancang, dibuat, dengan tindakan-tindakan kongkrit, sikap-sikap baik, senyuman dan prasangka yang positip. Semua manusia sama, mati tanpa bekas, entah itu melalui prosesi kremasi, penguburan, atau larung (dihanyutkan di air). Semua akan hilang, begitu juga dengan nisan yang dibuat keluarga untuk keluarganya yang meninggal, semua bisa hilang. Kenangan, bentuk-bentuk fisik kebaikan2 hidup kita, sikap baik, ilmu, upaya-upaya untuk memperjuangkan sesuatu, semuanya penting. Kesan yang kita bangun di ingatan setiap manusia, ilmu-ilmu yang selalu diteruskan, tempat ibadah atau sekolah yang bisa terus dimanfaatkan, keturunan (anak2), kebaikan yang diingat dihati orang-orang, semuanya menurut saya adalah nisan yang lebih abadi bahkan jika dibandingkan dengan bangunan makam yang megah. Pantingnya berbuat baik, pentingnya tersenyum, pentingnya mencari rejeki, pentingnya berketurunan, pentingnya berilmu, pentingnya berbagi, pentingnya melakukan hal sekecil-kecilnya pada bumi ini adalah untuk diri kita sendiri sebenarnya. Mari berbagi dengan apa yang sudah bisa kita capai, sekecil-kecilnya. Tanpa karya manusia belum menjadi ada, dengan karya terkecil adalah senyuman. Dengan karya apa saja bentuknya, itu adalah monumen di dalam hati manusia, ingatan manusia, terlihat manusia, terdengar manusia dan dimanfaatkan selanjutnya, yang selanjutnya akan diceritakan mereka kepada orang-orang lain dan anak cucu mereka, bahkan bukan hanya manusia tp mahluk yang ada di bumi.
terinspirasi oleh I Wayan Sadra.
Saya yang tidak terlalu dekat dengan beliau, mengenalnya melalui karya dan ilmu2nya yang beliau hantar pada saya. Ilmunya diteruskan dan karyanya dimainkan, dibaca dan direnungkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar