Ada yang selalu kutanyakan “apa
kabar”.
Biasanya sore begini, senja berangkat naik, beberapa kali aku
bersamamu. Menunggui adzan sambil berdiskusi di depan segelas teh panas. Lalu meneguknya
bersama-sama setelah sehari kita lewatkan puasa. Seminggu dua kali, senin dan
kamis. Sore tadi aku melakukannya tanpa diskusi, tanpa saling mengucapkan
selamat berbuka. Kutanya dalam hati seketika aku meneguk satu dua teguk, “apa
kabarmu”. Tidak akan pernah aku dengar cerita lagi. Tidak ada cerita tambahan
tentang dirimu, yang ada hanya pengulangan-pengulangan certa setiap hari,
setiap waktu.
Hanya bisa kutitipkan salam
kerinduanku lewat satu-satunya penguasa jagat raya ini, Tuhan. kepadaNya
kutitipkan salam dan cerita-cerita ku setiap hari, ak berharap itu
membahagiakanmu. Tidak akan kuminta waktu terulang, biar terus menggelinding terus
dan terus sampai kita semua menuju rumah baru, di dekatNya, sepertimu.
Masih sempat kubayangkan dulu,
saat kau masih ada bahwa aku harus selalu memberi kabar untukmu lewat telepon,
bukan Cuma lewat sms. Aku akan merasa kehilangan, jika suatu saat pendengaranmu
tidak lagi mampu berkomunikasi dan aku hanya bisa mengabarimu lewat sms. Aku masih
membayangkan bersamamu sampai hari tuamu. Hanya sebuah pagi dan setengah siang
aku bersamamu dan sebelumnya aku selalu merasa sibuk, tidak punya waktu. Aku tidak
mengandai-andai kembalinya waktu. Aku tahu bahwa semua tahu, aku telah dipenuhi
banyak penyesalan. Bukan karena aku belum bisa membahagiakan atau menjadi siapa
tapi selalu tentang waktu.
Waktu yang seringkali membuat
kita menyesal, selalu tentang waktu. Hanya berselisih 1jam tiba-tiba kita sudah
berada di lain kota, hanya melalui hitungan detik suara kita sudah terdengar
dari benua yang berbeda, hanya berselisih 5 menit kita berada dalam dunia yang
berbeda, hanya dalam sekian detik raga kita ditinggalkan ruh. Waktu telah
menerorku dalam banyak penyesalan tanpa berani kusampaikan. Aku seperti
kehilangan banyak, jutaan, milyaran kemungkinan hanya karena hilangnya seseorang.
Lebih dari cinta yang tersampaikan untuk hidupku. Lebih dari sebuah jalan dan
tata cara menuju Tuhan yang dia ajarkan. Lebih dari kebiasaan yang selalu
kulihat dan menjadi bagianku. Lebih dari cara berpikir yang kau tunjukan dari
diskusi kita, lebih dari simbol cinta mu yang sampai sekarang menjadi bagian
dari hidupku.
Sedang apa kau disana? Apakah kau
masih berpuasa seperti kami di sini? Apa kabarmu? Sebentar lagi puasa ramadhan
datang. Setiap lebaran, kau selalu menyuruhku sungkem pada ibu terlebih dahulu.
Entah akan bagaimana kami melewati puasa ramadhan kali ini. Ramadhan adalah
tentang engkau, itu biasanya. Entah bagaimana caraku meminta maaf padamu karena
masih banyak maaf yang kubutuhkan darimu.
Dibalik kesedihan ini, Tuhan
ternyata telah memberiku anugrah luar biasa besar. 28 tahun kurang lebih aku
diberi seseorang yang tidak sedikitpun pernah melepaskan tanggung jawab, tidak
pernah hilang kesabaran dan selalu memberikanku kesadaran. Terimakasih sudah
mengajarkanku cara bertutur, bersiul, menyanyi…dan lebih, lebih serta lebih
lagi. Akan selalu ada cara untuk mengekspresikan cinta, itu yang membuatku
berhenti mempertajam penyesalan. 40 hari sudah berlalu, mungkin air mataku
tidak pernah kering tapi aku sudah muali mengerti sekarang bagaimana cara mengekspresikan cinta dan
kerinduan. Terimakasihku selalu lebih besar dr cintaku…semoga tersampaikan
padamu melalui malaikat-malaikat penyampai kabar.
Terimakasih Cindai...
BalasHapustrimakasih juga cindai...
BalasHapus