FASE:
MENGAPA HARUS MENGHARGAINYA?
Kadang kita
kecewa dengan perubahan nasib, dan tidak disadari pula kita juga pernah menjadi
girang karenanya. Dalam opiniku hidup bukan sebuah titik-titik di kertas yang
patah-patah, hidup adalah garis yang kita bikin dari sekian banyak titik. Titik
tersebut adalah fase. Terkadang ada hal yang sedang kita kerjakan namun
berakhir begitu saja, harus ditinggalkan begitu saja, tanpa ada kelanjutan
apapun, apakah itu adalah fase yang hilang? Menurutku itu adalah titik yang
menunggu untuk disatukan dengan titik titik yang lain agar menjadi sebuah garis
yang berhubungan, jika kita mau dan merasa membutuhkan. Kadang kita membuat
titik yang tidak beraturan secara tidak disengaja. Membuatnya karena ingin,
minat, niat atau kebetulan. Membuat titik-titik itu tidak bisa dihindari,
tetapi membuat titik pada bagian yang tidak kita inginkan tentu bisa dihindari kan?
Atau membuat titik yang kita mau tentu juga bisa. Misalnya, aku ingin
menggambar bentuk bujur sangkar, pasti aku akan membuat titik-titik yang
merupakan cikal bakal dari bangun itu, bukan membuat titik di sembarang tempat.
Bisa saja jika kita membuat titik-titik sembarangan dan banyak lalu
menghubung-hubungkanya menjadi bujur sangkar. Tapi bujur sangkar seperti apa
yang kita punya nanti? Mungkin bujur sangkar yang garisnya tidak lurus, agak
bengkok dan banyak titik-titik disekitarnya yang tidak terpakai. Pun bisa kita
menariknya kearah titik-titik lain yang tidak terpakai itu dan menjadi bangun
baru, bukan bujur sangkar. Menjadi bangun-bangun baru yang kita mau atau yang
belum pernah dibuat (tidak sengaja dibuat) oleh orang-orang lain. Mungkin
bentuk bangun yang asimetris, bentuk bangun yang abstrak, apa saja…bebas.
Fase, dalam
hidup ini bagiku tidak jauh dari analogi titik titik itu. Ada fase yang kita
buat tanpa kita mendesain bentuknya, ada bentuk yang kita buat bukan karena
kita mendesainya, ada desain yang tidak terbentuk karena kita tidak membuat
titik-titik yang support dengan bentuk yang kita inginkan. Membuat fase jelas
tidak bisa kita hindari. Menghindari itupun adalah fase. Ada banyak manusia
dalam fase kebingungan, bahkan fase kebingungan tersebut bisa saja mendominasi
lebih dari separuh hidupnya karena mungkin ada ketidaksadaran bahwa akan ada fase
selanjutnya. Jalinan antar fase itulah yang membuat kita
hidup. Kebingungan terus dibiarkan menjadi raja dan menunggu berlalunya badai.
Kadang di usia-usia tertentu kita benar-benar dihadapkan pada fase sulit. Pilihan
antara orang tua-pekerjaan, tuntutan akan pasangan hidup, masalah keluarga dan
lain-lain. Ditunggu dan didiamkan badai pun pasti berlalu, tapi jika diatasi ada
kemungkinan lebih cepat akan berlalu. Setiap fase itu berharga menurut saya dan
melakukan yang terbaik pada tiap fase itu sangat penting. Menghargai fase dan
waktu yang berjalan untuk fase tersebut. Menghargai fase kita dan menghargai
fase orang lain.
Kita tanpa sadar
dengan mudahnya memandang fase seseorang adalah enteng, karena kita pernah
melewati fase tersebut. Seorang anak kecil sangat panic karena balon nya meletus,
orang-orang dewasa menertawakanya, bahkan ada yang memarahinya karena
dianggapnya hal itu bukan masalah. Begitu banyak orang berumur yang merasa
lebih dewasa atau berpengalaman, menganggap hoby, cinta dan masalah orang lain
adalah masalah-masalah enteng sehingga solusi/komentar jadi terasa menyepelekan.
Mungkin saja memang masalah mereka ringan, namun menyepelekan bagiku bagian
dari tidak menghargai fase orang lain, ada hal yang lebih bijak untuk
disampaikan. Bukan rahasia lagi bahwa banyak masalah besar timbul dari hal-hal
kecil yang disepelekan, dan banyak juga pekerjaan-pekerjaan besar lahir dari
kegemaran mengamati hal-hal kecil yang sepele. Fase selalu menghantar kita pada
banyak pintu-pintu baru. Bukan sedikit orang yang enggan meninggalkan satu fase
yang itu terus menerus karena takut kehilangan kenyamanan. Adapula seseorang
yang memaksa orang-orang untuk memilih dan membuat fase-fase yang menguntungkannya
sendiri. Beberapa orang juga menukar fase lain dalam hidupnya dengan sesuatu
yang mereka anggap berharga dan yang mereka lalukan itupun adalah sebuah fase.
Ketika kecil, kita sering kecewa dan menangis ketika orang tua kita akan pergi bekerja. Anak kecil selalu menangis saat orang tuanya
pergi bekerja. Sebaliknya, nanti jika anak itu sudah dewasa, orang tua akan menangis
karena ditinggal anaknya bekerja, tetapi tangisan orang tua biasanya diiringi
doa-doa terbaik untuk anaknya. Pada saatnya fase bisa bertukar dan berbalik sepenuhnya, namun pembalikan ini bukan tanpa proses. Jika kita menyadarinya berubah atau berbaliknya fase itu melewati sekian waktu yang panjang, sekian usaha yang keras dan sesekali gagal. Desain-desain yang kita bikin sesekali gagal, mungkin juga karena ambisi yang berlebihan, menghalalkan segala cara atau malah berhasil ketika kita hanya melakukan yang terbaik dan jalan secara natural. Ibarat menanam benih, sebagian dari kita ada yang hanya sekedar menebarnya tanpa pernah disiram, tapi tetap tumbuh dan berbuah. Sebaliknya ada benih yang dipupuk, dirawat dan disiram justru menjadi rusak karena ada zat-zat yang berlebih, atau mati karena hal lain. Jika sebuah fase gagal kembali lagi start dari awal. Start dalam stage yang berbeda. Memulai fase nol, sebagian besar orang mengatakan kita sedang dibawah namun sebenarnya kita hanya sedang mulai membangun fondasi lebih kuat dengan desain yang lebih baik.
Bertukar fase
sering sekali terjadi, si penolong sedang butuh bantuan, yang dewasa menjadi
kekanak-kanakan, yang miskin menjadi kaya. Kadang diatas, kadang dibawah. Aku yakin
setiap orang akan bertukar fase dengan orang lain, itulah pentingnya bagaimana
menghargai fase. Menghargai fase berdampak pada attitude yang baik, menghargai
keadaan orang lain, menghargai masalah orang lain, menghargai kepemilikan orang
lain, menghargai waktu orang lain, menghargai pendidikan orang lain, menghargai
pekerjaan, status sosial dan lain-lain. Fase kita yang nyaman hari ini bukan
selalu akan tetap senyaman ini. Menghargai fase orang lain membuat kita siap
dan mungkin tahu cara mengatasi persoalan orang lain yang mendadak juga datang
dihidup kita. Seorang yang pandai tidak akan melakukan kesalahan 2 kali, karena
dia belajar dari kesalahan-kesalahnya sendiri tapi seorang yang cerdas dapat
belajar dari berbagai masalah orang-orang di sekitarnya. Menghargai fase bukan
ajaran yang diajarkan di sekolah, di kuliah, pasca sarjana dan doctoral, jadi
tidak heran bahwa sikap-sikap meremehkan itu justru datang dari orang-orang
yang merasa pandai karna pengalamannya sekolah tinggi, pengalamanya karena usianya sudah lebih banyak, pengalamannya melihat dunia,
berbagai Negara. Menghargai fase, melihat fase orang-orang di sekitar kita
membuat kita lebih mudah untuk mendesain kehidupan. Hidup memang mengalir, tapi
air tidak mengalir sembarangan. Tempat dimana air dapat mengalir paling deras adalah sungai. Hidup akan
mengalir sebagai mana air di sungai, sesuai dengan bentuk sungainya, desain
sungainya. Air juga bisa mengalir bukan pada tempatnya, akhirnya menimbulkan banjir atau kerugian. Hidup bisa jadi begitu jika hidup kita mengalir secara sembarangan. Belum terlambat untukku atau siapa saja untuk membuat desain-desain hidup, menghubungkan antar titik. titik-titik yang sudah berlalu dan kesinambunganya dengan titik-titik hari ini.
Hidup di dunia pun adalah fase, fase yang akan dilanjutkan pada fase yang lain. Dunia membuat kita harus realistis pada kehidupan duniawi. Siapa bilang hidup di dunia tidak boleh memikirkan duniawi?kalau tidak boleh memikirkan duniawi kita tidak akan dikenalkan pada dunia. Dunia adalah penghantar menuju fase yang lain, maka dari itu aku ingin belajar memanfaatkan, memberi kemanfaatn dan menikmati kehidupan duniawi, karena fase ini adalah satu-satunya saat ini yang paling penting. Kehidupan di fase ini adalah penentu tentang besok. Aku tidak berpikir bahwa sesuatu akan benar-benar berakhir, akhir adalah pintu masuk dari lanjutannya. Menjadi siapapun kita, setidaksempurna apapun kita dimata orang lain hargai fase kita dan fase semua dari mereka agar kita semakin bahagia.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar