Check out music from Dy Murwaningrum

https://soundcloud.com/dy-murwaningrum

Foto saya
Solo- Jogja- Bandung, Indonesia
mencari kata-kata, membenturkannya pada setiap bidang dan terus memantul...

Sabtu, 23 Maret 2013

Rutinitas, Peruntungan dan Kepasrahan


Rutinitas, peruntungan dan kepasrahan

Perjalanan kali ini, aku menempuh untuk kota yang beberapa kali sering ku kunjungi. Kereta yang pernah kutumpangi sebelumnya. Waktu itu 2010, pukul 3 pagi kereta kearah kota yang sama berhenti mendadak. Rel anjlok dan kereta harus menunggu beberapa waktu untuk perbaikan, akhirnya tertunda sekitar 3-4 jam waktu itu. Kali ini berbeda, kali ini tepat, prediksi waktu terjadwal pada tiket tidak harus bergeser. Sesampai di stasiun tujuan aku belajar memprediksi dan menghitung karena aku berharap bisa bertemu seorang teman yang sedang sakit. Kuatur waktu, kuhitung-hitung namun apa daya kegiatan prediksi memprediksiku sering sekali gagal di lapangan. Mungkin aku kurang pandai matematik atau kurang beruntung dalam menduga-duga namun aku harus cepat-cepat mengambil langkah lanjutan agar tidak BT berlarut. Tidak diragukan lagi bahwa kegiatan prediksi-prediksiku tentang waktu, perjalanan, cuaca, baterei alat perekam, alat komunikasi dan pertemuan ku dengan orang-orang sering gagal. Apalagi ketika berada di tempat jauh, di kaki gunung, di pelosok, di jalanan terjal, ketika melewati jembatan-jembatan setan, di jalanan lumpur campur air, di tempat yang belum biasa kusinggahi. Terutama saat melakukan hal-hal yang tidak rutin kulakukan. Untungnya keselamatan dan akhir yang memuaskan berkali-kali datang padaku membayar prediksi-prediksiku yang salah.  

Temanku yang seorang pandai statistic, matematika dan mungkin fisika sekaligus sering mengatakan padaku bahwa peruntungan, kesempatan itu dapat dihitung, diperkirakan, diprediksi. Kemungkinan munculnya angka dadu, peluang terambilnya bola merah dan biru, prediksi munculnya angka dan gambar pada coin. Sampai sampai kemungkinan-kemungkinan lain dalam kehidupan sehari-hari dapat terprediksi, mulai dari jarak, waktu, kejadian, kecenderungan-kecenderungan. Mungkin jika dalam ilmu saya ini tentang membaca pola, kebiasaan atau rutinitas termasuk membaca ekspresi. Pola juga sering dianggap sebagai kecenderungan umum kebanyakan orang. Kesamaan-kesamaan dalam sebuah kelompok atau wilayah, banyak yang mengidentikannya dengan istilah budaya. Namun diantaranya jelas ada yang namanya ke-lain-an, fenomena, lantas orang menyebutnya keanehan. Beda lagi dengan orang-orang jawa dahulu menyebutnya sebagai ilmu titen. Ilmu mengingat ingat. Jika ada gejala A biasanya akan terjadi kejadian B, bahkan mereka kadang berani menjamin kepastian tentang kebiasaan-kebiasaan itu. Jika ada hal yang tidak sesuai dengan yang biasa mereka mengistilahkan dengan ‘ngowahi adat’(mengubah/ tidak sesuai dengan adat) dan cenderung dianggap negative. Di mata temanku ini, tidak ada kata terlambat karena seluruh kemungkinan-kemungkinan dapat terbaca di jalanan, di kotanya. Bahkan cuaca dapat diperkirakannya, meskipun tidak semutlak memprediksi waktu dan jalanan kota. Pola yang cenderung sama mungkin mempermudahnya untuk hitung-hitungan, mengingat-ingat, menyimpulkan yang akan terjadi. Semua hal bisa terjadwal, namun siapa yang tidak mengenal spontan? Tentu akan dilakukan jika menguntungkan tentunya.

Manusia adalah sosok tanpa batas dengan berbagai ilmunya, dengan berbagai keinginannya. Mereka bisa mengiyakan apa yg tidak dan men-tidak-kan apa yang iya. Uang adalah rajanya, ilmu pengetahuan adalah prajuritnya dan pekerjaan menjadi kuda-kuda yang siap perang. Siapa yang tidak ingin bekerja berpenghasilan banyak? Siapa yang tidak takut menganggur? Alasanya uang, bukan tentang aktivitasnya lagi. Uang tidak bisa lagi menjadi piagam/piala sebagaimana dalam lomba cerdas cermat anak sd, yang lebih lagi adalah bekerja sudah menjadi kebutuhan yang wajib dan mengalahkan semua tanggungjawab dan kebahagiaan yang lain. Ketidakterbatasan manusia membuatnya merasa bisa menembus batas apa saja. Segala mimpi bisa tercapai hanya dengan membayangkan terus-menerus, menaruh mimpi di kepalanya, berusaha keras, semua keinginan bisa tercapai hanya dengan memperhitungkan dengan masak dan prediksi menjadi tepat lalu keinginan terwujud. Konon mereka bisa menjadi apa saja yang diinginkannya dan meraih apa saja yang dimauinya. Lantas kita menjadi manusia ini kemauan siapa? Apakah ini bagian dari kemauan kita, mimpi kita, keinginan kt yang terwujud. Manusia sering memotong balok persegi panjang yang tertutup, menjadi kubus yang terbuka satu sisinya. Lalu sebagian balok yang lain dibuang. Ada bagian-bagian hidup ini yang asimetris. Asimetrispun akan mampu dihitung manusia jika benda-benda asimetris itu banyak jumlahnya di muka bumi ini atau agak banyak lah. Ada banyak hal yang di pola kan, ada banyak gejala yang akan terprediksi bahkan hampir semua hal. Hal yang tidak biasa namun ada banyak, hal-hal yang biasa yang sangat banyak, hal yang begitu-begitu saja.

Terpola, siklus, rutin. Sampai hapal benar apa yang terjadi, merasa terjebak namun tidak ingin beranjak atau justru merasa bahwa itu adalah pencapaian luar biasa sampai-sampai melakukannya menjadi sangat mudah krn sudah mahir dan hapal. Di tempat yang sudah kita hapal, kesulitan menjadi sedikit. Tidak membutuhkan kekhawatiran apa-apa lagi. Menjadi manusia yang hebat, menguasai hidupnya dan tidak perlu berdoa lagi. Bekerja sebanyak-banyaknya, begitu-begitu saja, lalu jenuh dan butuh hiburan-hiburan mahal. Akhir bulan tidak punya uang, tidak perlu khawatir cukup dengan sedikit sabar, atau cari pinjaman tidak perlu usaha ini itu karena tanggal 1 bulan depan sudah pasti gajian. Setiap hari melewati jalur yang sama, telat 5 menit harus lewat jalur biasa, telat 10 menit lewat jalan tikus A, terlalu macet lewat jalan tikus B dan lain-lain. Segalanya dapat kita prediksi tanpa kekhawatiran lagi, hal ini bukan tidak baik. Hal ini tentu baik karena banyak orang memilih melakukannya ketimbang berdagang yang entah laku atau tidak dalam 1 hari. Beberapa prediksi mungkin benar namun kerasnya usaha, keberuntungan sangat menentukan. dan sebenarnya tidak ada keberuntungan yang datang tiba-tiba. Kesempatan, keberuntungan itu hasil rajutan dari pergerakan masa lalu. Terakhir kalau sudah maksimal lalu pasrah, Tuhan yang akan mengatur.

Menempati tempat-tempat baru, belajar menikmati suasana baru, mengenal orang-orang baru…seperti membuat kita mengenal penciptanya. Rasa takut, rasa penasaran, rasa khawatir membuat kita membutuhkanNya lebih. Melewati jembatan setan, mengendarai motor di perbukitan, menyebrangi lautan, berada tinggi diantara awan, bertutur dihadapan orang-orang baru dalam budaya-budaya lain membuat kita lebih sering mengucap namaNya. Menyadari benar ada hal-hal yang seketika tidak terprediksi.  Mendadak ilmu tidak ada gunanya, rasa PD hilang, kesombongan sama sekali tidak bisa diekspresikan sekalipun kita orang terkaya atau orang paling berpengalaman dalam hidup. Kadang-kadang bukan lagi manusia yang kita lawan, kita ajak berdiskusi tapi alam, budaya lain dan ketidak rutinan. Sampai manusia pada titik pasrah. Pasrah pada alam, pasrah pada apa saja yang kita yakini saat itu menguasai keadaan. Begitu pula akhirnya dengan perjalananku kali ini, pasrah pada keadaan, orang-orang yang lebih berhak, dan seseorang yang menguasai hatiku saat ini sekalipun aku merasa memiliki rasa yang tulus, tidak merusak dan besar serta tidak lupa untuk selalu kuperjuangkan. Itulah tanda sebagai manusia…ketidakterbatasan yang pasti sampai pada batasnya, pasrah sampai Tuhan memberi celah kembali.

(Begitu banyak orang yang mengatakan padaku bahwa bekerja tidak tetap membuat kita gila kerja dan jauh dari Tuhan. Untuk apa pergi-pergi, maen tentu lebih tidak berguna ketimbang di rumah saja. Kembali lagi tergantung sudut yang kita pakai untuk memandang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar