Check out music from Dy Murwaningrum

https://soundcloud.com/dy-murwaningrum

Foto saya
Solo- Jogja- Bandung, Indonesia
mencari kata-kata, membenturkannya pada setiap bidang dan terus memantul...

Sabtu, 20 April 2013

MASA MUDA DAN PILIHAN HIDUP


MASA MUDA DAN PILIHAN HIDUP


Minggu pagi yang ingin kubunuh karena aku enggan melalui hari dengan pagi yang murung. Aku terlalu gelisah hari ini karena cinta, karenanya sepertinya aku tampak sangat bodoh. Pagi yang kunikmati dengan duduk di tepi jalan, melihat-lihat orang, mencuri-curi pandang dengan pedagang lalu biasanya aku akan ditawari dagangannya jika kami bertemu mata. Aku berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, agar waktu berlalu cepat. Sop matahari dan teh hangat, akhirnya aku menyerah pada lapar. Di hadapanku dua orang kakek dengan dua buah sepeda, mereka berhenti lalu makan di meja sebelahku. Keduanya mengobrol tentang si A, si B, anak nomor sekian, pekerjaan anak-anak sampai bicara partai politik. Makan mereka berdua telah terlebih dulu selesai karena aku sengaja menikmati makananku pelan-pelan. Satu kakek bangkit dengan berpegangan pada kursi-kursi dan meja di sebelahnya, lalu kakek lainnya meminta dibantu untuk berdiri. Salah seorang kakek mengeluarkan dompet. Dompetnya berisi banyak sekali uang lima puluh ribuan dan segepok kartu nama. Satu lembar lima puluh ribuan diambil lalu dibayarkan dan menerima kembalian Satu sepeda diambil oleh mereka berdua, saling membantu lalu satu sepeda lainnya dikeluarkan pedagang sop matahari. Melihat mereka membuatku semakin berkaca-kaca dan sedikit takut menghadapi hari tua. Mempertanyakan kembali tentang hari ini.

MEMILIH PERNAH ADA ATAU TIDAK ADA SAMA SEKALI
Setiap hari berlalu begitu saja, kesedihan kita turuti sebagai bagian alur yang mungkin terus-menerus menguasai kita seumur hidup atau sebaliknya. Kesenangan dikejar habis-habisan sampai apa saja menjadi cara yang lumrah, ketika kebanyakan orang menganggapnya lumrah. Melihat dua kakek itu rasanya seperti merasakan bahwa aku akan seperti keduanya seuatu hari nanti. Yang renta, yang akan terus- terusan minta tolong pada lainnya, yang masa mudanya yang jaya tidak lagi diingat oleh orang-orang disekitarnya. Terbesit sebentar di kepala ku, “lantas kenapa kita harus begini begitu toh apa pun akan musnah dan selesai. Lantas kenapa harus jadi sesuatu jika akhirnya renta dan hilang?”. Yah segera aku berpikir lagi, menegur diriku sendiri “setidak-tidaknya ada yang pernah terbangun,ada yang pernah terdokumentasi, ada yang pernah bermanfaat, ada yang pernah popular, ada yang pernah mengubah dunia…ada yang pernah bla bla bla…”. Sepertinya aku memilih option ke dua dari dua option yang muncul di kepalaku. Tanpa kita sadari ada beberapa hal berubah setelah seseorang memasuki kehidupan kita, meskipun sebentar. Ada hal yang berubah karena kita pernah ada di suatu tempat. Kita yang mungkin terasa kecil, selalu bisa membawa pengaruh, pergeseran atau perubahan atas sesuatu. Kita yang merasa kuat dan hebat juga bisa jadi berubah pikiran karena hal-hal kecil dan sederhana yang kita lihat. Hidup hanya satu kali dan terbatas oleh waktu, kenapa tidak kita menjadi sesuatu?. 

Memilih tetap tidak menjadi apa-apa karena toh pada akhirnya kita akan renta dan hilang, menurutku adalah pikiran orang-orang yang tidak menghargai proses. Orang-orang instant yang bagi mereka hanya melihat akhirnya saja, bahwa semua akan tidak ada. Benar, tidak seorangpun menyangkal bahwa hidup itu tidak kekal namun jika kita hanya menganggap bahwa, apabila hari ini sesuatu itu tidak ada berarti dia tidak pernah ada. Anggapan itu adalah anggapan orang-orang yang hanya mengakui hasil, tanpa dia sadari bahwa ada proses yang sudah pernah berjalan, ada bagian yang berubah, bertambah, terkikis, bergeser. Hidup yang satu kali dan terbatas durasi yang tertentu pula mengapa tidak berani untuk membuat cerita? Ketika kita hilang masih ada yang tersisa. Kenapa tidak mau jadi bangunan besar, ketika runtuh dan terganti bangunan baru, masih tersisa foto-foto dokumentasinya. Untuk menjadi sesuatu yang elok tidak ada yang dicapai tanpa usaha keras dan memaksimalkan diri, terus memahami diri, menguasai diri supaya tidak ada cara-cara salah dalam upaya menjadi sesuatu yang elok. Begitu banyak niat-niat baik yang dilakukan dengan cara yang tidak searah dengan kebaikan itu. Perlombaan mencukupi kebutuhan hidup, perlombaan memenuhi juga kebutuhan hidup orang lain, perlombaan kewibawaan, perlombaan alim-aliman, perlombaan pintar-pintaran, kaya kayaan, baik-baikan sampai perlombaan masuk surga pun diwarnai sikut-sikutan karena ketidak pedulian memahami diri sendiri apalagi orang lain. Di sini sekarang, ketika banyak orang berebut kekuasaan dan uang masih ada orang-orang tertentu yang mau mengalah dan hidup biasa-biasa saja. Namun ketika surga dan neraka di gelar di sini dan semua orang berebut surga, kira-kira ada atau tidak orang yang akan mengalah untuk menempati neraka saja? Saya pun tidak akan mau. Tuhan memiliki cara pandang sendiri yang lebih bijak dan adil dari pada pandangan manusia. Akhir-akhir ini bahkan cara pandang Tuhan sering kita pakai untuk membenarkan kesalahan-kesalahan besar, massal dan merugikan banyak orang. Karena Tuhan maha memaklumi semua orang bicara bagi-bagi hasil korupsi sebagai bonus padahal jutaan orang tidak mendapat hak nya. Membayar sejumlah uang tertentu agar dapat bekerja di suatu tempat juga dianggap wajar, padahal ada kompetensi-kompetensi hebat yang tidak punya pekerjaan karena bagiannya sudah dibeli. Sepertinya nasib bisa ditebus dengan uang. Yang muda sudah selalu menginginkan yang mudah, karena peraturan dari generasi sebelumnya yang telah menitipkan cerahnya masa depan di pundak kita, membuat beberapa orang tidak mau memilih untuk menjadi diri sendiri padahal dia sudah sekolah tinggi.

MERDEKA DAN MENJADI DIRI SENDIRI
Kita terlalu terbiasa dengan menyamaratakan tujuan hidup atau makna kebahagiaan, melumrahkan yang massal, menyingkirkan yang sedikit, menganggap salah yang berbeda, meremehkan usaha yang belum berhasil dan mengahakimi perspektif yang lain. Manusia terlalu senang dalam istilah pasrah sebelum melakukan apa-apa, yang sama artinya dengan menyerah sebelum kalah. Pasrah itu di belakang, setelah segala hal diupayakan maksimal. Menerima nasib buruk bukan menghadapi hidup. Kita terlalu banyak melibatkan Tuhan untuk menyelesaikan berbagai urusan-urusan kecil yang kita tau bisa kita selesaikan. Kadang kita hanya butuh ijin Tuhan karena segala bekal, talenta, ilmu, keberanian sudah diberikan pada kita bahkan termasuk jaminan keselamatan. Berdoa bukan berarti menyerahkan semuanya untuk diselesaikan oleh Tuhan, meskipun kepasrahan harus ada dalam jiwa kita karena ada bagian yang diluar kemampuan kita dan harus Tuhan yang mnyelesaikanya. 

Beberapa persoalan, termasuk sudut pandang yang seragam, mentalitas para pelaku-pelaku perlombaan pencitraan yang selalu ingin nampak menang di mata manusia, terkadang membuat kita ragu-ragu dan kesulitan untuk menjadi diri sendiri. Kesulitan untuk membebaskan diri untuk memiliki sudut pandang sendiri. Ingin merdeka, maka kita sekolah. Ingin menjadi diri sendiri maka kita sekolah. Merdeka dari kebodohan, kemiskinan, ketertindasan, termasuk pemerkosaan hak dan sudut pandang. Lantas sekolah mengajarkan kita untuk kembali seragam dalam berpikir, sama dengan pak guru, sama dengan bu dosen. Menjadi pintar, bukan selalu untuk menjadikan kita jadi presiden, menjadikan kita orang terkaya, menjadikan kita orang teralim, menjadikan kita orang paling berwibawa tapi dapat menjadikan kita menjadi diri sendiri. Menjadi diri yang membuat kita bahagia meskipun seorang perancang taman, pemain musik, penulis berita. Dengan kompetensi, kemampuan yang kita punya kita akan melakukan apa yang membuat kita bahagia dengan sepenuh hati, dengan kemampuan yang tinggi, dengan tanpa harus cari muka atau menjadi orang lain. Memulai menjadi diri sendiri, menjadi bangunan yang terbaik. Ketika saatnya harus rapuh, ketika harus renta dan roboh…biarlah datang saatnya. Jika bangunan sudah roboh sebelum berdiri kokoh, pasrah saja, karena fondasinya masih kuat biarkan berdiri bangunan lain yang berdiri diatasnya. Lebih baik melakukan sesuatu dari pada tidak pernah sama sekali. Lebih baik berbekas dari pada tidak pernah berani menapak. Muda adalah masa yang hebat, Muda menjadi sangat biasa memberikan cinta hanya pada satu orang, Muda harus peka pada dunia yang masih kekurangan cinta, Muda harus tahu tentang anak-anak yang sudah hidup tanpa cinta, Muda membagi satu cinta untuk dunia salah satunya untukmu... Kapan muda berakhir? Itu pilihan kita kapan kita mengakhiri semangat kecuali jika Tuhan sudah meminta kita kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar