Tuhan menciptakan keberagaman apa
saja, apa saja sudah ada sebelum kita dilahirkan. Meminjam istilah Jawa
(Gumelar dan Gemulung), bumi ini digelar sepenuhnya dan bumi ini juga tergulung
dalam raga kita. Tergelar adalah alam seisinya termasuk segala sistem kehidupan
ini dan tergulung adalah tubuh kita lengkap dengan sistem-sistem organ
kita. Pernahkah kita mencoba mengeja
kembali, apa yang bisa kita ciptakan? Kita hanya mencipta hal baru dari apa-apa
yang sudah ada. Kita memanage, menempatkan berbagai hal dengan proporsi
tertentu lalu jadilah hal baru. Kita tidak pernah menciptakan warna namun kita
bisa melukis, kita tidak pernah menciptakan pohon namun kita dapat memproduksi kertas-kertas
pada buku. Kita tidak membuat barang-barang tambang namun kita dapat membuat
berbagai jenis perhiasan.
Kepemilikan manusia tidak pernah
bersifat abadi. Anak, pasangan hidup, harta, kawan, tetangga, cinta, kisah,
cerita, kesuksesan…semua hanya dipinjamkan. Dipinjamkan untuk kita manage
sebaik-baiknya. Mereka semua yang dipinjamkan pada kita suatu saat akan
dipindahkan, dilenyapkan atau entah dikemanakan. Mungkin diberikan tempat bagi
mereka, tempat-tempat baru yang lebih indah, lebih tepat dan lebih baik. Kita,
akan diberikan pengganti-pengganti yang baru mungkin yang lebih atau mungkin
yang membuat lebih menyadari tentang sesuatu atau bisa juga untuk kita jadikan
yang baru itu lebih baik. Selama kita diberi kepemilikan, kita akan diberi
tanggung jawab untuk memanagenya, dan kita akan melihat selanjutnya siapa diri
kita setelah semuanya itu tiada.
Ketika sesuatu sudah dia jauhkan,
dipindahkan atau dilenyapkan dari kehidupan kita, mari kita lihat kembali pada
diri kita sebelum sesuatu itu ada dan setelah sesuatu itu ada. Jika banyak hal
kita anggap lebih baik berarti usaha kita memanage kepemilikan sudah berhasil
jika belum terlalu banyak perubahan positif berarti kita kurang maksimal. Kadang
rasa kecewa lebih besar dari penyadaran atas perubahan-perubahan, hal itu
sangat wajar. Seseorang berpikir seperti ini “dulu sebelum ada dia aku bisa
hidup seperti biasa, lalu sekerang setelah tidak ada dia semuanya juga tetap
bisa sama”., namun keadaan ini hampir tidak mungkin. Karena setiap kedatangan
sesuatu, pasti membawa pengaruh bahkan perubahan, jika semua harus kembali
persis seperti sebelumnya tentu sangat sulit. Tanpa kita sadari ada hal-hal
yang perubahanya kadang lebih permanen dari sesuatu itu sendiri.
Mengikhlaskan lepasnya sesuatu yang
pernah kita miliki memang sangat berat. Setiap hal pasti memiliki peran atas
hidup kita. Di bagian ini kita harus memahami bahwa sesuatu datang untuk sebuah
perubahan-perubahan yang berarti, pengertian-pengertian baru yang berarti.
Sampai waktu pun dipinjamkan pada kita, namun pinjaman-pinjaman itu selalu
membuat kita merasa khawatir. Anak-anak lahir lalu sepasang orang tua takut
kehilangan anaknya. Setelah anak-nya pergi berumah tangga, orang tua berdua
dengan pasangannya. Mereka menjadi takut kehilangan satu sama lain. Lalu
setelah salah satu dari mereka meninggal, yang satu akan merasa takut mati. Begitulah
hidup bergulir sepertinya. Betapa baiknya Tuhan, meminjamkan seluruhnya. Bahkan
raga kita pun sebuah barang yang dipinjamkan. Kita hanya roh,
nyawa. Raga pun akan menjadi bagian dari tanah. Dan nyawa
atau roh akan berada di sampingNya. Jika waktu yang diambil, kita tidak bisa
memaksakan, hanya bisa mengusahakan semampunya. Jika sudah habis masa nya,
semua harus diikhlaskan, dengan paksa atau benar-benar ikhlas. Hal ini juga
berlaku bagi apa saja yang dititipkan pada kita, termasuk waktu sebuah cerita,
cinta, pasangan hidup, masa-masa indah… Apapun yang dipinjamkan Tuhan akan
diambil, juga termsuk kepedihan hidup, bencana, rasa sakit, semua tidak pernah abadi. Menurutku ada hal-hal yang berhak kita miliki yaitu kenangan, pelajaran dan rahasia.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar