Cinta,Nasib dan Pasungan
Saat datangmu, adalah saat dukaku yang mulai meluruh dalam
penerimaan, saat tubuhmu dipenuhi pasungan dan luka-luka. Saat demi saat nasib
bergiliran turun dan jatuh menimpa manusia termasuk kita. Ada yang membuat kita
menangkapnya penuh bahagia, ada yang membuat kita menghindar dan berlari tak
tentu arah, ada yang membuat kita terseok jatuh setelah ditimpanya. Ada juga
yang membuat kita terjatuh dan kemudian bersyukur, ada yang membuat kita
bahagia namun sulit kemudian. Setiap benda yang datang selalu bermassa,
berdaya, dan butuh waktu. Dalam sebuah benda membawa konteksnya/unsur-unsurnya
masing-masing. Begitu juga luka dan pasunganmu, begitu juga duka ku yang luruh.
Setiap hal membawa syarat dan akibat.
Nasib bergelantungan diantara langit dan kepala kita, entah
kapan akan turun tiba-tiba dibawa angin, disambar petir atau diluruhkan hujan. Sayangnya
memori manusia setipis kertas yang bisa bubuk habis dimakan masa, dilumat air
seperti bubur-bubur kertas kemudian menjadi kertas baru lagi, dibawa kabur
udara yang bercampur debu-debu. Kita lupa bagaimana kita bermula di muka bumi,
bagaimana kita bermula dapat berjalan dan berlari atau bersepeda, lupa
bagaimana bermula dapat makan, menggunakan baju dan bahkan mengoperasikan
benda-benda sekitar kita. Akhirnya pun kita lupa bagaimana kesakitan bersarang
menjadi karakter, bagaimana keceriaan mengerak menjadi pola pikir dan bagaimana
pula kesan-kesan kehidupan membentuk sifat dan sikap kita.
Nasib adalah satu latar dari nilai kedirian kita hari ini. Nasib
bersyarat karena setiap langkah adalah komitmen dan kesediaan. Dalam nasib,
janji seperti tak perlu dilegalisasi karena kita mengerti bahwa tanpa
menepatinya maka nasib pun berubah. Nasib selalu dapat dipilih meski kadang pilihannya
semua menyulitkan dan buruk, namun nasib seringkali baik dan membahagiakan
meski konsekuensi selalu hadir sebagai konteks nasib.
Terpasung, terteror, serasa terperangkap dan terjebak. Pasungan
nyata akan menggerakkan sebebas-bebasnya pikiran dan tekad. Pasungan abstrak akan
menggerakkan tubuh untuk tak kenal takut atau malah makin tak berdaya. Kita
sepertinya selalu merasa lebih pandai dari pada logika, lebih peka dari pada
perasaan. Ego yang menggerakkan kita
pada keinginan yang kadang tak kita inginkan. Keinginan yang muncul karena
keinginan sekitar, keinginan teror. Keinginan dan kita memang tak selalu
bersahabat. Pasungan bukan cara untuk menguasai sesuatu, pasungan adalah cara
untuk menakutnakuti saja. Pasungan dan teror adalah jenis yang sama.
Untuk yang tercinta… menggeloralah untuk mimpimu sendiri. Pasungan
apapun tidak akan mampu menjeratmu. Cinta bukan sejenis pasungan dan teror,
hanya saja cinta tidak selalu seperti inginmu; datar seperti jalan di tol
tengah kota, tak ada ombak tapi tidak menghanyutkan seperti air pada akuarium,
tak ada badai seperti angin dari kipas angin. Cinta adalah natural, dia akan
menciprat mukamu saat kau pukul permukaannya dengan tenaga, dia akan memberi
kesegaran pagi saat kau kegerahan semalaman, dia akan membuatmu gelagapan dan
hampir tak tertolong seperti saat kau berenang di air deras sementara kau tau
kau tak mampu berenang. Cinta juga bersyarat dan berakibat, layaknya nasib yang
menggelantung di angkasa. Jika cintamu tak beralasan, itu hanya tentang dirimu
yang belum mampu memahami tentang alasannya. Jika cintamu tidak berdampak
apapun pada hidupmu, mungkin karena belum ada perenungan untuk menyadari. Setiap
hal yang kita pilih pastilah sama beralasan dan berakibat.
Seperti tahunan lalu, aku masih mengatakan padamu hal yang
sama memasung adalah menyiksa, menakutnakuti dan hanya melambatkan
letupan-letupan yang kemudian menjadi ledakan besar. Teror hanya kata yang
dipenuhi bualan, kebohongan, simbol ketakutan seorang yang tidak mampu memperlakukan
baik dan berkomitmen. Jika kau merasa fisikmu terpasung terbangkanlah
pikiran-pikiranmu, wawasanmu menembus dinding rumah dan batas-batas negara. Jika
jiwamu yang terpasung, liarlah mencari dimana bunga tumbuh diantara
batu-batuan.
Jika aku telah memasungmu, terbanglah… membumbung tinggilah…
tembuslah setiap lapisan apapun yang ingin kau lewati, selagi usiamu belum tua,
rambutmu masih lebat dan hitam, tulang-tulangmu masih mampu melompati
tebing-tebing. Jangan pernah menunggu dijemput senja dalam siksaan, dalam pasungan.
Aku ingin senantiasa menjadi cinta bukan teror atau pasungan
yang menjerat. Aku ingin jadi bara dalam geliat apimu yang menyala dan menjadi
gas yang memadamkannya saat nyalanya ditakuti orang-orang. Mungkin cinta bukanlah
baju hangat yang melindungimu dari salju negara empat musim, namun cinta selalu
bersamamu memberi pelukan dan diskusi-diskusi hangat tentang Heiddeger dan
Hannah yang pikirannya kau pakai bercermin setiap harinya.
Nasib cinta bukan diciptakan sebagai sesuatu yang tak
bergejolak, cinta bukan hari-hari panjang yang tenang tanpa keributan, cinta juga sebagaimana mahluk tuhan lainnya. Dia juga bergejolak, riang, marah, dan sendu…tapi kau
berhak terbang tinggi tanpa pasungan jika cinta telah berubah wujud dan
memasungmu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar