Check out music from Dy Murwaningrum

https://soundcloud.com/dy-murwaningrum

Foto saya
Solo- Jogja- Bandung, Indonesia
mencari kata-kata, membenturkannya pada setiap bidang dan terus memantul...

Minggu, 16 Juli 2017

Cinta,Nasib dan Pasungan

Cinta,Nasib dan Pasungan

Saat datangmu, adalah saat dukaku yang mulai meluruh dalam penerimaan, saat tubuhmu dipenuhi pasungan dan luka-luka. Saat demi saat nasib bergiliran turun dan jatuh menimpa manusia termasuk kita. Ada yang membuat kita menangkapnya penuh bahagia, ada yang membuat kita menghindar dan berlari tak tentu arah, ada yang membuat kita terseok jatuh setelah ditimpanya. Ada juga yang membuat kita terjatuh dan kemudian bersyukur, ada yang membuat kita bahagia namun sulit kemudian. Setiap benda yang datang selalu bermassa, berdaya, dan butuh waktu. Dalam sebuah benda membawa konteksnya/unsur-unsurnya masing-masing. Begitu juga luka dan pasunganmu, begitu juga duka ku yang luruh. Setiap hal membawa syarat dan akibat.

Nasib bergelantungan diantara langit dan kepala kita, entah kapan akan turun tiba-tiba dibawa angin, disambar petir atau diluruhkan hujan. Sayangnya memori manusia setipis kertas yang bisa bubuk habis dimakan masa, dilumat air seperti bubur-bubur kertas kemudian menjadi kertas baru lagi, dibawa kabur udara yang bercampur debu-debu. Kita lupa bagaimana kita bermula di muka bumi, bagaimana kita bermula dapat berjalan dan berlari atau bersepeda, lupa bagaimana bermula dapat makan, menggunakan baju dan bahkan mengoperasikan benda-benda sekitar kita. Akhirnya pun kita lupa bagaimana kesakitan bersarang menjadi karakter, bagaimana keceriaan mengerak menjadi pola pikir dan bagaimana pula kesan-kesan kehidupan membentuk sifat dan sikap kita.
Nasib adalah satu latar dari nilai kedirian kita hari ini. Nasib bersyarat karena setiap langkah adalah komitmen dan kesediaan. Dalam nasib, janji seperti tak perlu dilegalisasi karena kita mengerti bahwa tanpa menepatinya maka nasib pun berubah. Nasib selalu dapat dipilih meski kadang pilihannya semua menyulitkan dan buruk, namun nasib seringkali baik dan membahagiakan meski konsekuensi selalu hadir sebagai konteks nasib.

Terpasung, terteror, serasa terperangkap dan terjebak. Pasungan nyata akan menggerakkan sebebas-bebasnya pikiran dan tekad. Pasungan abstrak akan menggerakkan tubuh untuk tak kenal takut atau malah makin tak berdaya. Kita sepertinya selalu merasa lebih pandai dari pada logika, lebih peka dari pada perasaan. Ego yang  menggerakkan kita pada keinginan yang kadang tak kita inginkan. Keinginan yang muncul karena keinginan sekitar, keinginan teror. Keinginan dan kita memang tak selalu bersahabat. Pasungan bukan cara untuk menguasai sesuatu, pasungan adalah cara untuk menakutnakuti saja. Pasungan dan teror adalah jenis yang sama.

Untuk yang tercinta… menggeloralah untuk mimpimu sendiri. Pasungan apapun tidak akan mampu menjeratmu. Cinta bukan sejenis pasungan dan teror, hanya saja cinta tidak selalu seperti inginmu; datar seperti jalan di tol tengah kota, tak ada ombak tapi tidak menghanyutkan seperti air pada akuarium, tak ada badai seperti angin dari kipas angin. Cinta adalah natural, dia akan menciprat mukamu saat kau pukul permukaannya dengan tenaga, dia akan memberi kesegaran pagi saat kau kegerahan semalaman, dia akan membuatmu gelagapan dan hampir tak tertolong seperti saat kau berenang di air deras sementara kau tau kau tak mampu berenang. Cinta juga bersyarat dan berakibat, layaknya nasib yang menggelantung di angkasa. Jika cintamu tak beralasan, itu hanya tentang dirimu yang belum mampu memahami tentang alasannya. Jika cintamu tidak berdampak apapun pada hidupmu, mungkin karena belum ada perenungan untuk menyadari. Setiap hal yang kita pilih pastilah sama beralasan dan berakibat.

Seperti tahunan lalu, aku masih mengatakan padamu hal yang sama memasung adalah menyiksa, menakutnakuti dan hanya melambatkan letupan-letupan yang kemudian menjadi ledakan besar. Teror hanya kata yang dipenuhi bualan, kebohongan, simbol ketakutan seorang yang tidak mampu memperlakukan baik dan berkomitmen. Jika kau merasa fisikmu terpasung terbangkanlah pikiran-pikiranmu, wawasanmu menembus dinding rumah dan batas-batas negara. Jika jiwamu yang terpasung, liarlah mencari dimana bunga tumbuh diantara batu-batuan.
Jika aku telah memasungmu, terbanglah… membumbung tinggilah… tembuslah setiap lapisan apapun yang ingin kau lewati, selagi usiamu belum tua, rambutmu masih lebat dan hitam, tulang-tulangmu masih mampu melompati tebing-tebing. Jangan pernah menunggu dijemput senja dalam siksaan, dalam pasungan.

Aku ingin senantiasa menjadi cinta bukan teror atau pasungan yang menjerat. Aku ingin jadi bara dalam geliat apimu yang menyala dan menjadi gas yang memadamkannya saat nyalanya ditakuti orang-orang. Mungkin cinta bukanlah baju hangat yang melindungimu dari salju negara empat musim, namun cinta selalu bersamamu memberi pelukan dan diskusi-diskusi hangat tentang Heiddeger dan Hannah yang pikirannya kau pakai bercermin setiap harinya.

Nasib cinta bukan diciptakan sebagai sesuatu yang tak bergejolak, cinta bukan hari-hari panjang yang tenang tanpa keributan, cinta juga sebagaimana mahluk tuhan lainnya. Dia juga bergejolak, riang, marah, dan sendu…tapi kau berhak terbang tinggi tanpa pasungan jika cinta telah berubah wujud dan memasungmu…




Tidak ada komentar:

Posting Komentar