Check out music from Dy Murwaningrum

https://soundcloud.com/dy-murwaningrum

Foto saya
Solo- Jogja- Bandung, Indonesia
mencari kata-kata, membenturkannya pada setiap bidang dan terus memantul...

Senin, 10 Juli 2017

Menelusur Kembali Ucapan Terimakasih yang Tersisih

Menelusur Kembali Ucapan Terimakasih yang Tersisih

Berawal dari seporsi makanan yang kita santap bersama, lalu penyadaran atas kelezatannya. Jarang tersadari bahwa kemampuan mengecap, mengunyah dan menelan makanan dengan baik adalah bagian kesehatan tubuh yang dianugrahkan tidak pada setiap makhluk. Makanan dan unsur-unsurnya, bahannya, cara pembuatannya, kokinya juga bagian lain yang tidak terputus dari kenikmatan mengecap. Mensyukuri kemampuan kita membeli makanan dari pekerjaan yang diberikan pada kita karena ilmu, tenaga, waktu dan keahlian kita (mungkin dibagikan secara cumacuma, acak dan bermisi) adalah kesinambungan lain dari terimakasih kita pada makanan. Cinta adalah rasa lain yang mengalir saat kita menyantap makanan. Nikmatnya menyantap seporsi makanan sederhana bersama orang yang kita cintai (mungkin suami, anak, ibu, adik, sahabat dll). Terimakasih masih banyak cabang dan rantingnya meski tentu pasti berakar.

Berterimakasih tentu lebih baik jika menyeluruh, namun rasanya begitu sulit jika harus mengeja satu per satu kenikmatan meski ada muara yang tak mungkin kita ingkari yaitu Tuhan. Dialah akar dari semua tumbuhan kenikmatan. Dia menciptakan banyak hal sebelum kita, alam semesta dan manusia sebelum kita. Dia juga menciptakan yang bersamaan dengan kita. Dia juga menciptakan sesuatu yang akhirnya akan dipertemukan dengan kita, juga hal-hal yang suatu waktu akan berpisah pula dengan kita. Dia juga menciptakan sesuatu yang akan kita tinggalkan, meneruskan langkah kita. Muara memang selalu Dia, namun semesta dan isinya adalah hal tampak yang pantas kita hargai sebagai diri kita sendiri, sesama makhluk, sebuah karya dan mahakarya. Tuhan adalah kreatornya.

Semesta: Terbatas dan Tak Terbatas
Terimakasih selalu bertingkattingkat, bersambungsambung, seperti syaraf dalam tubuh kita yang manjadikan satu gerak utuh manusia yang berinteraksi dengan semestanya. Ada bumi yang lebih dulu lahir dan kemudian harus tetap ada meski sampai kita tiada. Terimakasih terhubung pada diri kita dan kedalamannya baik yang ragawi maupun rasa. Terimakasih tidak semestinya ditujukan pada hal-hal material saja namun juga yang tak tampak, spirit, rasa, tekad, niat dan yang Maha menggerakkannya. Tuhan menampakkan cintanya pada bentuk yang tak tersadari manusia. terimakasih juga tidak harus melulu vertikal menuju yang transenden namun juga yang horizontal terlihat.

Semesta adalah salah satu muara kecil dari sebuah kata terimakasih yang jarang tersadari. Diucapkanpun kadang terlupa, apalagi disampaikan dalam gerak tubuh manusia, dalam langkah dan perilakunya. Manusia terlihat sebagai mahluk yang takmau terganggu kenyamanannya sedikitpun, dan senantiasa ingin bersenang-senang dengan memuncak dengan sedikit lupa bahwa bahagia itulah pencapaian. Kadang bahagia datang setelah getir dan sendu.
Semesta adalah ruang sebagai wadah fisik, roh, maupun pemikiran. Semesta adalah ruang percintaan kita dengan sesama mahluk semesta, ruang pencapaian kebahagiaan dan selanjutnya kita tinggalkan. Semesta juga ruang bersemayamnya roh yang kasat mata melalui tubuh. Tubuh dan kerumitan sistemnya adalah semesta bagi roh, dimana rasa pemikiran dan jiwa juga ada di dalamnya. Semesta itu bertingkattingkat pula, semesta hati, semesta pemikiran, semesta tubuh (fisik), semesta alam, semesta jagad. Dalam pandangan Jawa, seorang harus menyadari “sangkan paraning dumadi”, yaituu tentang asal muasal dari mana datang dan kemana akan pergi. Semesta mewadahi kita dalam kebebasan namun sekaligus keterbatasan, ketakutan.
Terimakasih pada kebebasan hal-hal yang tak benda. Cara berpikir, cinta yang kita rasakan, kebencian yang dipendam adalah kebebasan mutlak dalam jagad semesta non fisik diri kita. Keterbtasan untuk mengungkapkan semuanya dengan lugas dan gamblang adalah bagian keberuntungan yang kita terima lainnya. Berterimakasihlah jika kita masih diberi kekuatan untuk mampu menjaga perasaan, kebahagiaan dan kehidupan baik orang lain meski ada kebebasan rasa yang kita pendam sendiri. Perumpamaan lain yang kongkrit tentang keterbatasan yang menguntungkan adalah keterbatasan keahlian kita. Jika saja kita mampu dalam segala hal, maka tidak ada fokus dan penemuan yang kita lakukan untuk orang-orang di sekitar kita. Keterbatasan pendengaran hingga frekuensi tertentu juga menjadi keuntungan dari gangguan ribuan mahluk yang beraktivitas dalam berbagai frekuensi. Keterbatasan meliha hal yang tak kasat juga menjadi keuntungan tersendiri, meski beberapa diantara kita memiliki kemampuan spesial namun tentu bagi yang memilikinya pun dapat menempatkannya sendiri.
Semesta mewadahi yang bebas, sebebasbebasnya berkeliaran pada ruang tanpa wujud. Semesta adalah wadah yang terbatas, karena setiap yang berujud mengalami kerusakan maka dalam kebebasan kita ada pembatas yang menjaga dari rusaknya sebagian semesta.

Mungkin cukup sekali saya pun menyadari betapa “terimakasih” tidak pantas diucapkan pada satu mahluk saja, namun mengucapkannya setiap saat juga rasanya sangat sulit dan syukur adalah salah satu cara mewakili keseluruhan ucapan terimakasih. Individu sering membuat muara terimakasih pada hal-hal yang memang sengaja dipilihnya sendiri, tanpa membiarkan logikanya menelusur. Terimakasihnya ditujukan pada hal yang dia maui, yang membahagiakannya sendiri. Pada satu wujud saja yang diingini. Terimakasih sering hanya diucapkan untuk tercapainya hal-hal yang paling diingini, jika tidak maka dianggaplah kesialan. Syukur memang tidak bisa dipaksakan, manusia memilih waku kapan dia bersyukur dan berterimakasih.

Mencoba menyadarkan diri melalui pengalaman-pengalaman lalu, tentang terimakasih yang tersisih, terimakasih yang menguap karena kekecewaan. Seringkali tidak disadari bahwa langkah sudah sedemikian jauh lengkap dengan kebahagiaan dan kekecewaan, namun secara keseluruhan ada kenikmatan yang terus bisa dirasa. Berterimakasih untuk kenikmatan yang kita punya memang harus menguras logika untuk menelusur dan menyadarinya. Disitulah rasa syukur sering bermula, logika. Karena setiap manusia sering merasa menderita, penderitaan yang disebabkan manusia lain, penderitaan yang disebabkan tidak terpenuhinya keinginan. Terkadang kita hanya merasa biasa saja (tidak sedih, tidak juga sial) namun kita merasa “menderita” hanya karena 1 saja keinginan yang tidak terpenuhi.  
Jika kembali pada menelusur kenikmatan, apakah sanggup jika 1 kenikmatan yang saat ini kita rasakan diambil oleh pemiliknya? Terlalu sok religius mungkin, namun setidaknya cukup kita sadari bahwa kehilangan 1 kenikmatan saja dari sekian kenikmatan yang sudah kita rasaka, tentu sangat berat.


Berterimakasih adalah kemampuan logika menelusur kenikmatan, berterimakasih pada siapa saja yang mahluk dan yang khalik. Yang hidup dan yang mati. Yang tampak dan yang tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar